JAKARTA – Kelompok Kerja (Pokja) Pemilihan dalam pengadaan barang/jasa merupakan sumber daya manusia yang ditetapkan oleh kepala Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) untuk mengelola pemilihan Penyedia.
Diketahui Pokja 54 BM Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK) Papua Barat, baru-baru ini melelang tender proyek Perbaikan Jalan di Kinam – Furir – Goras, Fak-Fak, Papua Barat.
Berdasarkan lelang yang dibuat oleh Pokja 54 BM BP2JK Papua Barat yang anggarannya dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) lewat satuan kerja Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Papua Barat diketahui pula bahwa yang dimenangkan dalam proyek Peningkatan Jalan tersebut adalah PT. Putra Nanggroe Aceh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pokja 54 BM, kantor BP2JK Kementerian PUPR Papua Barat yang beralamat di Jl. Swapen Manokwari.
Beberapa hal yang kemudian menjadi catatan kritis dan keritikan kami dengan dimenangkannya PT. Putra Nanggroe Aceh adalah; Pemenang tender letaknya sangat jauh dengan lokasi peningkatan perbaikan jalan di Fak-Fak, dari data yang kami temukan didalam situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) portal lpse.pu.go id, pememang tender tersebut lokasinya berada Provinsi Aceh.
PT. Putra Nanggroe Aceh juga diketahui sama sekali tidak memiliki Kantor Cabang di Papua Barat,
Jika memiliki Kantor Cabang semestinya dapat diketahui siapa yang menjadi Direktur Cabangnya, dimana Kantor Cabangnya, lalu apakah peralatan pendukung untuk pekerjaan tersebut sudah siap? Jika sudah siap, peralatan pendukungnya ada dimana?
Apakah PT. Putra Nanggroe Aceh dibuat sengaja untuk mengikuti tender ini?
Selanjutnya, bagaimana respon yang diberikan oleh pengusaha daerah? Terutama sekali di Papua Barat, jika tender yang dimenenangkan adalah tender dari luar daerah dan domisilinya sangat jauh? Melihat situasi dan kondisi yang seperti ini, seakan seperti mempresentasikan sekaligus mengkerdilkan bahwa di wilayah Papua Barat sama sekali tidak ada perusahaan yang bisa mengerjakan pekerjaan tersebut.
Lalu dalam sejauh ini, apakah proses tender yang dimenangkannya (PT. Putra Naggroe Aceh) sudah sesuai dengan regulasi atau aturan yang berlaku?
Lebih jauh dan mendalam dari itu, kita ketahui bersama pula bahwa pemenang tender atas nama PT. Putra Nanggroe Aceh yang dimenangkan oleh Pokja 54 BM Bp2JK Papua Barat untuk proyek Perbaikan Jalan di Fak-Fak itu adalah perusahaan yang sudah pernah diblacklist karena bermasalah di pekerjaan tender APBN di wilayah Provinsi Jawa Tengah.
Sebut saja misalnya satu proyek yang sempat mangkrak oleh Kontraktor bernama PT. Putra Nanggroe Aceh.
Proyek pembangunan Jembatan Kaca Tinjomoyo Semarang dengan nilai pagu paket Rp 12 miliar yang sempat gagal selesai pada 2021 lalu. Saat itu, Kontraktornya PT. Putra Nanggroe Aceh selaku pelaksana telah diputus kontrak dan diblacklist.
Proyek pembangunan Jembatan Kaca di Hutan Wisata Tinjomoyo Kota Semarang yang ditargetkan selesai pada 2021, endingnya hingga kini tak kunjung rampung dikerjakan.
Melihat rekam jejak PT. Putra Nanggroe Aceh yang demikian, tentu saja membawa kami melihat pada kondisi yang begitu memprihatinkan. Pasalanya, sudah jelas-jelas bermasalah dan bahkan diblacklist, tapi masih saja dibiarkan mengikuti lelang tender perbaikan jalan.
Pertanyaan mendasar kami, apakah panitia lelang tender tidak memeriksa rekam jejak setiap peserta lelang tender terlebih dahulu? Patut dicurigai, jangan-jangan ada indikasi kongkalikong yang dilakukan antara Pemenang Tender yang dimenangkan dengan pihak Pokja Tender.
Sebaikanya Kementerian PUPR harus lebih profesional dan hati-hati dalam melakukan proses seleksi setiap hendak melaksanakan proses lelang tender, jangan sampai masyarakat hanya menjadi tumbal atas ketidakprofesionalan yang dilakukan oleh pemangku kebijakan yang outuputnya menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja yang dilakukan.
APBN yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur itu seharusnya bisa membantu meningkatkan sektor usaha di daerah dengan memberi ruang dan kesempatan perusahaan-perusahaan konstruksi di daerah berkembang dan berpartisipasi dalam pelaksanaannya, serta tentunya bisa membuka lapangan pekerjaan bagi masayakat di daerahnya, tetapi jika dalam proses penggunaannya ada indikasi praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) tentu saja pemenangan proyek lelang tender perbaikan jalan ini tidak akan bisa memberikan dampak positif, selain merugikan masyarakat.
Bagaimana mungkin usaha konstruksi di daerah akan maju jika proses lelang tendernya jasa konstruski saja masih kami temui praktik kecurangan dan kotor.
_______
Erlangga Abdul Kalam
*Koordinator Forum Kajian Isu Strategis Negara Demokrasi (Forum KiSSNed)*