Banda Aceh –baranewsaceh.co. Proyek Penanganan Longsoran Jalan Pameu-Genting Gerbang Tahap II yang berada di bawah kendali Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Aceh, Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah III, dan PPK 3.2 Provinsi Aceh, menuai sorotan tajam dari masyarakat sipil. Proyek yang menelan anggaran negara sebesar Rp 7,4 miliar lebih, justru diduga berjalan di tempat, tanpa progres fisik yang berarti sejak kontrak diteken pada 31 Juli 2025.
Kritikan pedas ini dilontarkan oleh Dewan Pimpinan Wilayah Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi (Alamp Aksi) Provinsi Aceh, yang menilai proyek tersebut sarat kejanggalan dan berpotensi kuat terjadi praktik pelanggaran hukum dan korupsi.
> “Kami menyayangkan proyek senilai miliaran rupiah ini justru menunjukkan tanda-tanda mangkrak sejak awal. Sudah Oktober, namun aktivitas di lapangan minim, alat berat tidak beroperasi, dan pekerjaan fisik nyaris tidak berjalan. Lalu ke mana pengawasan pemerintah?” kata Ketua DPW Alamp Aksi Aceh, Mahmud Padang, dalam pernyataan resminya, Senin (13/10/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Indikasi Kuat Terjadi Kelalaian dan Penyimpangan Menurut Mahmud, laporan dari masyarakat setempat serta hasil pemantauan langsung di lapangan menunjukkan bahwa tidak hanya terjadi keterlambatan pekerjaan, namun juga muncul dugaan serius terkait pelanggaran penggunaan sumber daya.
> “Kami menerima informasi adanya dugaan penggunaan BBM ilegal untuk alat berat, serta pemakaian material galian C tanpa izin resmi. Bila ini benar, maka bukan hanya proyek ini mangkrak, tapi juga melanggar hukum negara,” tegas Mahmud.
Dugaan pelanggaran tersebut berpotensi menjerat pihak-pihak terkait dengan sanksi berat. Penggunaan BBM ilegal bisa melanggar UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sementara penggunaan material ilegal bisa melanggar UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
> “Ini bukan soal kelalaian administrasi semata. Ini bisa masuk ranah pidana. Kalau PPK dan kontraktor main mata dalam proses tender atau pelaksanaan, maka ini jelas masuk kategori korupsi!” ujar Mahmud geram.
Desakan Investigasi dari Aparat Penegak Hukum Menanggapi berbagai indikasi tersebut, Alamp Aksi mendesak Kejaksaan Tinggi Aceh dan Polda Aceh untuk tidak tinggal diam. Menurut mereka, perlu ada tindakan tegas dan investigasi menyeluruh terhadap proyek ini—mulai dari penelusuran dokumen kontrak, laporan progres, hingga penelusuran asal-usul material dan bahan bakar proyek.
> “Kami tidak ingin proyek ini menjadi contoh buruk betapa lemahnya penegakan hukum dan pengawasan di Aceh. Kejati dan Polda Aceh harus segera bentuk tim investigasi khusus, sebelum masalah ini makin parah,” tegas Mahmud.
Tak hanya itu, Mahmud juga menyerukan agar Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) turut turun tangan. Proses tender dan kontrak proyek harus diaudit ulang, mengingat potensi pelanggaran terhadap Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Transparansi Nol, Publik Dibiarkan Bingung
Di tengah semua kegaduhan ini, yang paling disesalkan oleh Alamp Aksi adalah sikap BPJN Aceh yang dinilai bungkam dan enggan memberikan penjelasan kepada publik. Hingga berita ini dirilis, tidak ada keterangan resmi soal progres fisik proyek, capaian realisasi anggaran, atau hambatan teknis di lapangan.
> “Uang yang dipakai adalah uang rakyat, bersumber dari APBN. Maka, BPJN Aceh berkewajiban menjelaskan secara terbuka ke publik. Diam dan tutup mulut hanya akan menimbulkan kecurigaan,” kata Mahmud.
Dia menambahkan, sikap tertutup seperti ini hanya memperparah ketidakpercayaan masyarakat terhadap proyek-proyek pemerintah, khususnya di sektor infrastruktur yang sering menjadi ladang basah para mafia anggaran.
Ancaman Laporkan ke KPK dan Ombudsman Alamp Aksi tak main-main. Jika dalam waktu dekat tidak ada tindakan nyata dari instansi terkait, mereka menyatakan siap melaporkan kasus ini ke tingkat yang lebih tinggi.
> “Kami tidak akan segan membawa persoalan ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Ombudsman RI. Kami ingin akhiri budaya pembiaran terhadap proyek-proyek bermasalah di Aceh,” tandas Mahmud.
Ajak Media dan Publik Awasi Proyek Pemerintah Sebagai penutup, Mahmud menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat dan media untuk bersama-sama mengawal jalannya proyek-proyek infrastruktur, agar tidak terus menjadi ajang bancakan para oknum tak bertanggung jawab.
> “Pengawasan publik dan media adalah kekuatan utama kita. Jangan biarkan proyek-proyek pemerintah dikelola semaunya tanpa transparansi dan akuntabilitas. Setiap rupiah dari APBN harus dipertanggungjawabkan untuk kepentingan rakyat, bukan memperkaya individu,” pungkasnya.
Catatan Redaksi: Kasus ini bukan yang pertama terjadi di Aceh. Dugaan proyek mangkrak, pelanggaran aturan, hingga manipulasi data sering kali mencuat, namun minim penyelesaian. Jika tak ada keberanian dari aparat hukum untuk bertindak tegas, maka publik pantas bertanya: adakah harapan untuk keadilan anggaran di negeri ini?
Laporan: Syahbudin Padank, Team// FRN Fast Respon counter Polri Nusantara provinsi aceh






















