Batu Bara | Kasus penguasaan lahan Perkebunan Tanah Gambus oleh PT. Socfindo Indonesia telah memicu perdebatan dan konflik agraria di Kabupaten Batu Bara.
Berdasarkan sejarah, kawasan perkebunan ini dulunya dikenal sebagai Perkebunan Limapoeloeh yang dikuasai oleh perusahaan Belanda, dan sekarang menjadi sorotan publik karena dugaan penguasaan ilegal seluas 668 hektar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Wakil Bupati Batu Bara, Syafrizal, telah menyatakan bahwa pemerintah kabupaten telah mengirimkan surat resmi kepada Kementerian ATR/BPN untuk menunda perizinan pemberian Hak Guna Usaha (HGU) kepada PT. Socfindo Indonesia.
Konflik agraria ini juga melibatkan dua kelompok tani yang mengklaim bahwa tanah yang dikuasai PT. Socfindo Indonesia sebagian merupakan tanah warga yang diserobot tanpa ganti rugi.
DPRD Batu Bara berencana membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk memeriksa aspek legal PT. Socfindo Indonesia atas penguasaan kawasan perkebunan Tanah Gambus.
Namun, perlu dipertanyakan urgensi pembentukan Pansus ini, terutama jika melihat contoh Pansus Kwala Gunung yang tidak menghasilkan apa-apa. Selain itu, posisi politik PT. Socfindo Indonesia yang memiliki komposisi saham 10% milik pemerintah Republik Indonesia membuat perusahaan ini memiliki pengaruh yang signifikan.
Mengenai masa aktif HGU PT. Socfindo Indonesia, berdasarkan Pasal 28 ayat 2 UU Pokok Agraria, HGU PT. Socfindo Indonesia seharusnya sudah tidak aktif sejak 2023.
Namun, kasus PT. Kwala Gunung menunjukkan bahwa meskipun HGU telah berakhir, perusahaan masih dapat melakukan penguasaan dan pengusahaan atas tanah kawasan perkebunan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis yang lebih mendalam tentang aspek legal dan politik PT. Socfindo Indonesia atas penguasaan kawasan perkebunan Tanah Gambus sebelum membuat keputusan yang tepat.
Ditulis Kembali Oleh Perkumpulan Media Saiber & Digital Rahmat Hidayat