Bireuen I baranewsaceh.co.Setelah tiga tahun menghindari proses hukum, Yeni Iysha terpidana dalam kasus penganiayaan anak akhirnya berhasil ditangkap oleh Tim Tabur Kejati Aceh Selanjutnya diserahkan kepada pihak kejaksaan Negeri Bireuen pada19 Mei 2025 lalu. Yang mengejutkan, penangkapan dilakukan di rumah dinas suaminya sendiri, Abd. Halim Zailani, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Agama Jepara.
Kasus yang menjerat Yeni bermula dari laporan Welli Wisiska, ibu kandung korban, yang dilayangkan ke Polres Bireuen pada 2021 silam. Saat itu, anak ketiganya berada di bawah pengasuhan sang ayah, Abd. Halim, yang ketika itu menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Agama Bireuen. Dari laporan tersebut, terungkap bahwa Yeni Iysha, yang merupakan istri kedua Abd. Halim, melakukan kekerasan terhadap anak tirinya.
“Anak saya diasuh mantan suami, dan saya percaya pada sistem hukum, makanya saya laporkan,” ujar Welli kepada media, Sabtu (24/5/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pengadilan Negeri Bireuen menjatuhkan vonis tiga tahun penjara kepada Yeni. Namun, putusan itu sempat dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Banda Aceh setelah pengacara Yeni mengajukan banding.
Tidak tinggal diam, pihak kejaksaan kemudian membawa perkara ini ke Mahkamah Agung. Hasilnya, MA menguatkan putusan awal: Yeni bersalah dan dijatuhi hukuman tiga tahun penjara.
Meski vonis telah inkrah, Yeni tidak menyerahkan diri. Ia justru menghilang dan menjadi buronan Kejaksaan Tinggi Aceh. Pelariannya berakhir ketika ia ditemukan bersembunyi di rumah dinas suaminya, seorang pejabat peradilan tinggi.
Namun kasus ini bukan semata soal kekerasan anak dan penegakan hukum. Di balik proses hukum yang panjang, tersimpan kisah getir dari Welli Wisiska. Sejak kasus itu mencuat, ia mengaku harus mengasuh lima anaknya seorang diri tanpa bantuan mantan suaminya.
“Sejak kejadian itu, saya besarkan sendiri anak-anak di Aceh Tenggara. Tidak ada nafkah, tidak ada bantuan biaya sekolah,” katanya.
Ironisnya, setelah Pengadilan Tinggi Banda Aceh sempat membatalkan vonis terhadap Yeni, Ibunya korban Welli mengaku pernah ditekan untuk menandatangani surat perdamaian. Sebagai imbalannya, mantan suaminya berjanji memberikan biaya hidup Rp5 juta per bulan bagi kelima anak mereka. Janji itu, menurut Welli, tidak pernah ditepati.
Karena merasa diperlakukan tidak adil, Welli meluapkan keluh kesahnya lewat media sosial. Namun, langkah ini justru berujung pelaporan dirinya ke Polda Jawa Tengah atas tuduhan pencemaran nama baik oleh mantan suami dan Yeni Iysha.
“Saya diminta hapus unggahan saya, dan saya turuti. Tapi bagaimana seorang hakim bisa laporkan ibu dari anaknya sendiri, sementara istrinya saat itu berstatus buronan?” tutur Welli lirih.
Kasus ini memunculkan pertanyaan serius tentang etika aparat hukum dan keberpihakan terhadap korban kekerasan anak. Welli berharap Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial turun tangan untuk meninjau kembali integritas dan akuntabilitas pejabat yang terlibat, khususnya dalam hal tanggung jawab personal terhadap anak.
“Saya bukan minta dikasihani. Saya cuma ingin keadilan. Jangan karena saya orang biasa, saya bisa dikorbankan,” pungkasnya. (*)