PERNYATAAN

BARA NEWS

- Tim Kreatif

Jumat, 8 September 2023 - 21:41 WIB

50292 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jakarta — Sejak terbitnya Keppres 17/2022 tentang Pembentukan TPPHAM Berat masa lalu serta pengakuan telah terjadinya 12 pelanggaran HAM berat pada masa lalu oleh Presiden RI pasca penyerahan rekomendasi TPPHAM Berat, masalah ini menjadi diskursus sangat serius di kalangan Purnawirawan TNI. Forum Komunikasi Purnawirawan TNI – Polri (FOKO) menilai, pengakuan Presiden RI menunjukkan dan bukti ketidakadilan negara dalam hal ini Pemerintah terhadap warga negaranya.

Kami mengevaluasi dan menilai, bahwa pengakuan adalah bentuk pembenaran Pemerintah terhadap penetapan 12 pelanggaran HAM berat s.d tahun 2000 atas rekomendasi Komnas HAM selaku penyelidik kasus pelanggaran HAM berat (Pasal 20 UU No 26/2000). Penilaian kami, Keppres 17/2022 adalah bukti kegagalan Pemerintah dalam hal ini Komnas HAM.

Merujuk penjelasan Pasal 9, UU Nomor 26/2000, “kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut dilakukan terhadap penduduk sipil”. Serangan langsung terhadap penduduk sipil menurut Pasal 9 ini, adalah suatu rangkaian perbuatan yang dilakukan terhadap penduduk sipil, sebagai kelanjutan kebijakan penguasa atau kebijakan yang berhubungan dengan organisasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pertanyaannya, mengapa organisasi seperti PKI yang melakukan serangan terhadap penduduk sipil dalam berbagai kekerasan seperti pemberontakan Madiun dan pembunuhan terhadap masyarakat Islam pada peristiwa 1965-1966; GAM dalam pembakaran dan pengusiran lebih dari 125.000 orang-orang Jawa pekerja perkebunan di Aceh yang kemudian mengungsi ke Sumatera Utara hingga Jambi serta pembantaian orang-orang Jawa di Aceh Tengah; OPM dengan sengaja mengancam, membunuh para pendatang di Papua dan peristiwa Nduga akhir tahun 2019, serta; peristiwa Westerling 1946 s.d 1947 tidak pernah dinyatakan sebagai pelanggaran HAM berat?. Sekali lagi mengapa?.

Kami menilai Komnas HAM sebagai lembaga yang diberi wewenang penyelidikan kasus yang diduga pelanggaran HAM berat, telah melakukan abuse of power. Karena Kejaksaan Agung tidak pernah bisa menerima kasus-kasus tersebut untuk ditindak lanjuti dengan penyidikan. Dalam konteks ini, Pemerintah juga melakukan hal yang sama yaitu abuse of power, ketika memberi pengakuan atas terjadinya 12 pelanggaran HAM berat, sesuai rekomendasi TPPHAM berat, sebab belum diputus pengadilan dan TPPHAM berat bukan Lembaga Hukum.

Untuk diingat kembali, melalui MoU Helsinki apa yang dilakukan Pemerintah saat ini telah dilakukan oleh Pemerintahan masa lalu. Sebab penyelesaian non-yudisial ini telah dilakukan atas kesepakatan bersama antara Pemerintah dan GAM dalam bentuk Amnesti dan Reintegrasi kedalam masyarakat sebagai amanat Bab 3 MoU Helsinki dan dengan jumlah dan cakupan lebih luas.
Berdasarkan evaluasi dan penilaian FOKO, kami menilai bahwa: Komnas HAM melakukan abuse of power; dan Pemerintah melakukan pelanggaran konstitusi karena berlaku tidak adil, serta meniadakan karya pemerintahan sebelumnya.

Terkait Rekomendasi kedua TPPHAM berat tentang Penulisan Ulang Sejarah, belakangan ini muncul Deklarasi Kemerdekaan Untuk Klarifikasi Kesejarahan, Kebenaran, dan Keadilan atas Kejahatan Kemanusiaan, dari mereka yang mengaku sejarawan, pendidik, akademisi, pegiat seni dan budaya, aktivis, dan warga masyarakat.

Setelah mencermati uraian deklarasi tersebut, kami dengan tegas menolak tuntutan yang meminta: “Negara harus segera dan tanpa syarat menunaikan kewajiban konstitusionalnya, untuk melakukan penulisan ulang sejarah demi mengungkap kebenaran, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan menegakkan keadilan, sebagai tanggung jawab negara atas kejahatan kemanusiaan masa lalu.
Bagi kami, sejarah versi pemerintah yang telah ada di dasarkan kepada fakta-fakta sejarah di lapangan yang sangat valid dan faktual, serta hasil-hasil Sidang Mamilub.

Dari pernyataan tersebut tersirat jelas bahwa sejarah versi Pemerintah salah dan harus diubah dengan pernyataan dan informasi perorangan. Kami lebih percaya pandangan lembaga resmi dari pada pandangan perorangan. Dari upaya tersebut, arahnya adalah pembalikan sejarah dan pembenaran apa yang dilakukan PKI. Target perjuangannya adalah menghidupkan kembali PKI.

Oleh karena itu, kami Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri menyatakan, sebagai berikut:

1. Kami menolak dan tidak dapat menerima Pernyataan Presiden RI Joko Widodo yang memberi pengakuan telah terjadi 12 Pelanggaran HAM Berat Masa lalu.

2. Kami menegaskan, semua pelanggaran HAM termasuk pelanggaran HAM berat di Aceh sebelum 15 Agustus 2005 telah diselesaikan melalui proses-proses MoU Helsinki. Apa yang dilakukan Pemerintah menduplikasi implementasi Bab 3, MoU Helsinki, dan bertendensi meniadakan karya Pemerintahan sebelumnya.

3. Kami mendukung penyelesaian pelanggaran HAM berat oleh Pemerintah melalui metoda non-judisial, tetapi harus diputuskan bersama oleh Komnas HAM dan Kejaksaan Agung, bukan diputuskan sepihak oleh Komnas HAM.

4. Kami menolak usulan deklarasi yang mengatas namakan sejarawan, pendidik, akademisi, pegiat seni dan budaya, aktivis, dan warga masyarakat, yang sangat tendensius memutar balik sejarah untuk pembenaran bangkitnya PKI.

5. Kami menuntut Komnas HAM untuk meneliti kembali 12 Pelanggaran Berat masa lalu secara transparan dan memenuhi akuntabilitas publik, agar para pihak yang dirugikan mendapatkan keadilan.

Demikian Pernyataan Kami Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri atas pengakuan Presiden RI dan penetapan 12 Pelanggaran HAM berat masa Lalu oleh Komnas HAM, serta Deklarasi Kemerdekaan untuk Klarifikasi Kesejarahan, Kebenaran dan Keadilan Atas Kejahatan Kemanusiaan. Merupakan kewajiban Pemerintahan Negara sebagaimana Alinea keempat Pembukaan UUD 1945, Pemerintahan melalui Presiden Republik Indonesia untuk tidak terpengaruh oleh siapapun dan konsisten menegakkan keadilan sebagaimana kehendak Sila kelima dari Pancasila.

Berita Terkait

Josephine Simanjuntak Tegaskan Pentingnya Perda Perlindungan Perempuan dan Anak, Soroti Kekerasan Digital di Jakarta Timur
Anggota DPRD DKI Jakarta Josephine Simanjuntak Gelar Sosialisasi Perda Nomor 8 Tahun 2011 Kepada Masyarakat
Owner PT ANK Sekaligus Managing Direktor Nusantara Law Firm & Partner Mengucapkan Turut Belasungkawa Atas Wafatnya Drs, H. Ichwan Yunus Mantan Bupati Mukomuko 2 Periode
Pagar Laut ditemukan Lagi di Bekasi bukan Hanya di Tangerang, Berkat Hulu: Pelaku Harus Ditindak Tegas
Kapal Pesiar Asal Prancis Singgah, Kepulauan Nias Dinilai Layak Jadi KEK Bidang Pariwisata dan Budadya
Partai Golkar Serahkan SK Rekomendasi Kepada Pasangan Said Sani-Saini Untuk Maju Sebagai Calon Bupati Dan Calon Wakil Bupati Gayo Lues
Sambangi Nusakambangan, Menteri Yasonna Pantau Penerapan Smart Prison
*Fast Respon Counter Polri: Putusan Rehabilitasi Oknum Polisi Terlibat Kasus Narkoba Harus Diputuskan oleh Kapolri*

Berita Terkait

Minggu, 16 Maret 2025 - 20:42 WIB

Pelantikan Pordasi, Menpora Dito Optimis Olahraga Berkuda Cetak Sejarah Tampil di Olimpiade 2028

Rabu, 5 Maret 2025 - 14:11 WIB

Wamenpora Taufik Hadiri Ratas Sekaligus Taklimat yang Diberikan Presiden Prabowo

Senin, 3 Maret 2025 - 14:14 WIB

Kemenpora RI Bersinergi Dengan BNN Cegah Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan Pemuda

Kamis, 27 Februari 2025 - 14:29 WIB

Resmikan Filari Sport Center, Wamenpora Taufik Apresiasi PLN Dukung Perkembangan Olahraga Tanah Air

Kamis, 27 Februari 2025 - 14:24 WIB

Dukung Asta Cita Presiden, Menpora Dito dan Mendes Yandri Teken Nota Kesepahaman Sinergitas Program

Rabu, 26 Februari 2025 - 14:34 WIB

Menpora Dito Ajak Anak Muda Cek Kesehatan Gratis, Wujudkan Indonesia Bugar

Selasa, 25 Februari 2025 - 14:56 WIB

Wawancara dengan Garuda TV, Wamenpora Taufik: Penting Strategi Matang untuk Raih Prestasi di Olimpiade

Selasa, 25 Februari 2025 - 14:51 WIB

Menpora Dito Sambut Baik Kolaborasi dengan Garuda TV untuk Program Pemuda dan Olahraga

Berita Terbaru