SUBULUSSALAM ACEH – Sikelang, sebuah desa yang memiliki panorama alam begitu indah, terletak di wilayah Kecamatan Penanggalan Kota Subulussalam. Ditempat itu saya bertemu dengan salah satu aktor yang ikut maju mencalonkan diri di kontes politik CALEG (Calon Legis Latif), tidak begitu lama, pertemuan dan sharing curhatan dia (inisialnya di privasi) terhadap saya,
Yang intinya, semua cerita singkat padat kami, saya tuangkan kedalam goresan berita pices ini, dan semoga kiranya nantinya, goretan pena ini bermanfaat buat para pembaca dimana pun berada, aamiin. Sosok yang Seorang caleg yang kelihatan lelah antara optimis dan pesimis itu, bercerita sudah menjual tanah, rumah, mobil, untuk modal politik.
Singkat dan padat durasi waktu pertemuan itu, ianya memaparkan segala usaha dan strategi yang telah dia lakukan untuk mencapai keinginannya. Katanya, “melalui perhitungan tim sukses, dia dapat meraih satu kursi, asalkan tersedia sejumlah uang untuk bayar saksi, yang mana tiap saksi akan membawa sepuluh orang dari keluarga terdekatnya, “ungkapnya
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hitungan matematika pemenangan yang sangat meyakinkan itulah, membuatnya berani bertaruh. Bahkan mempertaruhkan segalanya, sampai modal terakhir yang menjadi penopang hidup keluarga.
Ditempat yang sama dan waktu yang berbeda, bertemu dengan seorang tim sukses salah satu caleg, mungkin di karenakan saat ini sedang tahun politik, tim sukses tersebut juga bercerita soal mainan dia di saat musim politik/pileg, ianya juga memaparkan cara dia di realita pada masa politik sekarang ini,
Katanya, dia tidak berani memperkenalkan satu nama pun kepada konstituennya. Walau nama itu sangat popular, dikenal baik dan layak dipilih. karena bila menyebut nama, maka akan ada harga / variasi bandrol yang akan ditanyakan oleh warga, “wani piro?, “ungkapnya menirukan
Akhirnya tim sukses itu pun menyarankan untuk menggunakan uang, yang bertujuan membeli suara. Sebab bisa dipastikan, bila tidak ada uang, tidak ada pula suara, “kata dia
Sementara itu, kalau kita melihat lagi ke arah seorang caleg senior, yang ketakutan tidak terpilih lagi, membuat penyataan, “lebih baik curang tapi menang, dari pada jujur terhormat tapi kalah, Jelas sekali orientasinya pada tujuan menang, bukan cara. Padahal demokrasi berorientasi pada cara. Cara yang baik, yang melahirkan hasil yang baik pula.
Seorang pengamat, nampak frustrasi dan mengatakan, “inilah pemilu paling brutal sepanjang sejarah. Serba uang, barbar, tidak ada etika apalagi tata krama, segala cara dilakukan, pokoknya harus menang, yang penting menang. Tidak peduli beradab atau tidak beradab”.
Benarkah kondisinya separah itu? Kalau benar, maka demokrasi sedang berada di ujung tanduk. Akan hancur lebur sebagai satu sistem yang dipercaya dan terbaik untuk menentukan seleksi pemimpin yang baik juga
Sekarang, dengan penuh kesadaran, mari kita tanyakan kedalam relung hati kecil kita masing-masing.
Jikalau semua menginginkan cara barbar, silahkan gunakan money politik sekuatnya, sampai “tasanda pahumaan”. Namun jangan menyesal, nanti setelahnya, semua tidak akan percaya lagi dengan demokrasi, sebagai sistem yang jujur dan adil dalam menentukan pemimpin. Karena semua kita sudah beramai-ramai menghancurkannya dengan money politik.[•]
|mRaπ ¢|8r0