KOTA DEPOK–Tanah garapan ahli waris Alm. Alimin Bin Inin berdasarkan SK KINAG JABAR Nomor:205_D/VII-54/1964,Nomor Minute: 472,yang berlokasi di RT.002 RW 016, Kelurahan Bedahan, Kecamatan Sawangan, Kota Depok Provinsi Jawa-Barat,ketika akan diadakan pengukuran oleh BPN Kota Depok sesuai permintaan pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) No.252 bersama kuasa hukumnya dikawal oleh puluhan APH Polresta Depok pada Senin ,(11/9/2023) mendapat perlawanan dari pihak ahli waris Alimin Bin Inin menghalau Kabagops Polres Depok dan petugas BPN Kota Depok lalu bergeser ke Kantor Kelurahan Bedahan.
Seluruh keluarga ahli waris Alimin bin Inin mengeruduk Kantor Kelurahan Bedahan pada Jumat, (15/9/2023) karena dari data yang diajukan oleh pihak yang mengaku memiliki SHM. 252 ada beberapa surat yang dikeluarkan oleh Kelurahan Bedahan yang janggal dalam artian surat di stempel oleh Kelurahan Bedahan yang ditandatangani oleh Kasipem Kelurahan Bedahan atas nama SM.
Keluarga ahli waris sangat keberatan dan merasa sangat dirugikan oleh timbulnya surat rekom tersebut dari Kelurahan Bedahan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kasipem Kelurahan Bedahan mengatakan bahwa saya sudah bertanya dan mendapatkan info dari Bapak Munir bahwa tanah itu aman tidak sengketa, sebagai Kasipem yang baru menjabat menandatangani surat rekom tersebut.
Atas kejadian tersebut keluarga ahli waris merasa sangat dirugikan dan Kasipem Kelurahan Bedahan Kecamatan Sawangan Kota Depok meminta maaf kepada keluarga ahli waris dan dia berjanji akan membatalkan semua surat yang sudah ditandatangani serta dibuat diatas materai Rp.10.000.
Pihak Kelurahan Bedahan Kecamatan Sawangan Kota Depok pada hari ini Senin,(18/9/2023) telah menindaklanjuti dengan mengeluarkan Surat Pembatalan yang ditujukan ke Kepala Badan Pertanahan Negara Kota Depok Nomor:493/2257-Pem.
Bahwa antara pihak pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) No.252 Sawangan dan Penggarap Ahli Waris Alimin Cs dan masing-masing telah menyerahkan bukti-bukti kepemilikan kepada Lurah Kelurahan Bedahan, setelah dipelajari dan dicermati bukti-bukti kepemilikan tersebut :
1.Sertifikat Hak Milik No.252 perolehannya dari Letter C No. 1232.
2.Leter yang tercantum dalam point 1 tidak tercatat didalam buku induk Leter C Kelurahan Bedahan.
3.Kutipan Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria Djawa Barat No.205 D/VIII-54/1964 Tanggal 31 Desember 1964,adalah wewenang pihak Agraria Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan point-point tersebut maka dengan ini Lurah Bedahan Suganda,SE mencabut atau membatalkan Surat Permohonan Pengembalian Batas dan Surat PM 1 yang telah ditandatangani oleh pihak Kelurahan Bedahan, dan kami mohon kepada Kepala Badan Pertanahan Kota Depok untuk mengkaji ulang berkas yang dimohonkan oleh pemilik Sertifikat.
Dewan Pimpinan Pusat Peduli Nusantara Arthur Noija.SH memaparkan pada awak media pada, Senin, (18/9/2023) bahwa, Kasus mafia tanah dalam beberapa waktu terakhir ini sangat marak. Permasalahan tanah menjadi semakin pelik dan ruwet sebab para mafia dalam melakukan tindak kejahatan terorganisasi.
“Bahkan kejahatan para mafia tanah ini sulit dilacak secara hukum, karena mereka berlindung di balik penegakan dan pelayanan hukum.”tegasnya.
Arthur menegaskan kelompok kriminal yang merampas hak tanah pihak lain disebut dengan mafia tanah. Pelaku mafia tanah membuat tanah rakyat, swasta, atau bahkan milik negara diam-diam berpindah tangan tanpa disertai dokumen resmi, dan prosesnya melanggar hukum.
Ironisnya, dalam praktek mafia tanah, banyak oknum pemerintah yang juga sering terlibat.
Para mafia tanah sengaja mengincar lahan kosong yang tidak dijaga dan tidak dipasang plang.
Beberapa modus operandi tanah-tanah kosong aset pemerintah yang tidak dijaga, tidak dipasang plang.Setelah itu, para mafia tanah akan melakukan tindak kejahatan.
Tiba-tiba diprofiling oleh kelompok ini dan dicari asalnya dan dicari pembanding, dipalsu dan timbul sertifikat baru.
Arthur menjelaskan dalam kasus di Kelurahan Bedahan Kecamatan Sawangan Kota depok ini cukup jelas terlihat, ada 5 modus yang digunakan para pelaku dalam melakukan aksi kejahatannya.
Di mana empat di antaranya adalah modus baru.
Adapun peran, meliputi pendana yang membiayai perbuatan melawan hukum.
Selain itu ada yang bertugas mencari target lahan kosong.
“Misalnya, oknum pegawai jasa keuangan dari awal sudah membiayai perbuatan melawan hukum ini, kemudian pada saat sertifikat ini jadi diagunkan ke bank, mereka yang berperan.
Dan bank ini tidak sadar.”pungkas Arthur.
Sumber: DPP-Peduli Nusantara