Bandar Lampung, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Komite Aksi Masyarakat dan Pemuda untuk Demokrasi (KAMPUD) mendukung dan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI melakukan supervisi terhadap penanganan penyidikan dalam kasus dugaan korupsi penggunaan uang hibah KONI Provinsi Lampung tahun anggaran 2020, pasalnya sampai saat ini tim penyidik masih belum bisa menetapkan para tersangkanya.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum DPP KAMPUD, Seno Aji melalui keterangan persnya, pada Senin (17/7/2023).
“Sudah sepatutnya Kejati Lampung telah menetapkan para Tersangka dalam kasus dugaan Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) dana/uang hibah KONI Provinsi Lampung yang telah masuk tahap penyidikan dan telah diketahui hasil perhitungan kerugian keuangan negaranya (KN) yaitu sekitar Rp. 2,5 Miliyar”, kata Seno Aji.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun sangat disayangkan, lanjut Seno Aji, “tim penyidik Kejati Lampung nampaknya masih kebingungan dan belum dapat menyimpulkan siapa saja para tersangkanya, dengan alasan masih mempelajari motif/mens rea/niat jahat para pelaku sehingga muncul kerugian keuangan negara pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut, dengan alasan tersebut tentunya kita sebagai unsur elemen masyarakat/publik sangat keberatan karena dalam kasus korupsi merupakan tindak pidana yang tidak mungkin tidak disengaja, jika perbuatannya menimbulkan akibat, seperti merugikan keuangan negara dan/atau memperkaya diri sendiri dan orang lain secara melawan hukum, maka itulah yang namanya tindak pidana korupsi, sebagaimana pada putusan MK nomor 25/PUU-XIV/2016 yang menyatakan bahwa korupsi merupakan delik materil, maka daripada itu unsur memperkaya diri sendiri dan/atau orang lain dan merugikan keuangan negara perlu dibuktikan terjadi”, jelas Seno Aji yang dikenal sederhana ini.
Kemudian, DPP KAMPUD juga menilai tim penyidik Kejati Lampung berlarut-larut dalam menentukan siapa yang akan menjadi para tersangka dalam kasus dugaan korupsi uang hibah KONI Provinsi Lampung.
“Sehingga dalam delik kasus korupsi, menitikberatkan pada unsur memperkaya diri sendiri dan/atau orang lain dan merugikan keuangan negara/perekonomian negara, berbeda jika dibandingkan dengan studi kasus delik tindak pidana biasa/umum, maka pertanggungjawaban delik korupsi adalah strict liability, apapun means rea nya yaitu disengaja atau tidak disengaja, jika terbukti actus reusnya dan mengakibatkan sebagaimana dimaksud dalam UU tindak pidana korupsi (Tipikor), maka pelaku dapat dipidana, maka perkara korupsi tidak ditentukan oleh mens rea, atas dasar ini, maka patut dinilai bahwa tim penyidik Kejati Lampung sengaja melakukan penundaan dan/atau berlarut-larut dalam menetapkan para tersangka dalam kasus dugaan korupsi uang hibah KONI Provinsi Lampung”, pungkas Seno Aji.
Diakhir penjelasannya, Seno Aji meminta Lembaga anti rasuah yaitu KPK RI untuk melakukan supervisi terhadap penanganan kasus dugaan KKN uang hibah KONI Provinsi Lampung.
“Jangan sampai karena alasan mens rea, Tim penyidik Kejati Lampung dipertanyakan integritas dan kredibilitasnya sehingga memunculkan spekulasi negatif di tengah masyarakat, oleh karena itu, wajar jika Kita meminta KPK untuk melakukan supervisi atas penanganan kasus dugaan korupsi uang hibah KONI Provinsi Lampung di Kejati Lampung”, tegas Aktivis Seno Aji.
Karena selain telah dalam tahap proses penyidikan”, imbuh Beliau, “pihak Kejati Lampung juga telah mendapatkan hasil perhitungan kerugian keuangan negara/daerah yaitu kurang lebih sebesar Rp. 2,5 Miliyar ini sebagai akibat telah terjadinya perbuatan melawan hukum sehingga unsur-unsur untuk menetapkan para tersangka telah memenuhi syarat dalam proses pengusutan dana hibah KONI Provinsi Lampung, maka segera dilakukan penetapan tersangka dan jangan berlarut-larut, atau pihak KPK akan mensupervisi kasus tersebut, selain itu terkait telah dikembalikannya Kerugian keuangan Negara/daerah sebesar Rp. 2,5 Miliyar setelah adanya proses penegakan hukum oleh Kejati Lampung maka tidak menghapuskan perbuatan pidananya, sebagaimana ketentuan dalam UU pemberantasan tindak pidana korupsi pasal 4”, jelas Seno Aji.
Sementara, Aspidsus Kejati Lampung Hutamrin yang juga Mantan Kajari Lamsel dan Cirebon, Senin (28/2/2023), mengatakan bahwa pihaknya tidak ingin main-main dengan kasus dana hibah KONI tersebut.
“Dalam prosesnya kami sedang mencari niat jahat (mens rea) hingga timbulnya kerugian negara dan penyidikan tetap akan dilakukan,” kata Aspidsus Kejati Lampung Hutamrin.
Ia mengatakan, kasus dugaan korupsi di KONI Lampung ini diduga disalahgunakan untuk memperkaya masing-masing oknum.
“Ternyata hasilnya uang itu diterima oleh seluruh satuan tugas yang berjumlah 103 orang,” kata mantan Kejari Lamsel.
Ia mengatakan, meski kerugian negara Rp 2,5 miliar telah dikembalikan dari total dana hibah Rp 29 miliar, penyidikan kasus dugaan penyalahgunaan anggaran dana hibah KONI Lampung tahun anggaran 2020 tetap berjalan.
“Saat ini tengah didalami untuk mencari niat jahat, sudah ada kerugian (negara) dari hasil audit,” terang Aspidsus Kejati Lampung.
Hutamrin menjelaskan, penyidik masih melakukan pendalaman lebih lanjut untuk membuktikan ada tidaknya kesalahan yang menjurus ke niat jahat apakah karena kesalahan administrasi.
“Karena sebuah tindakan korupsi harus didasari dengan alat bukti yang kuat,” jelas Hutamrin.
“Jadi harus diketahui niat jahatnya dulu, apakah ini ada niat jahatnya atau hanya kesalahan administrasi,” tambahnya.
Aspidsus ini juga meminta agar semua pihak dapat melihatnya dengan sudut pandang positif dan menunggu hasil pendalaman pemeriksaan.
“Kita lihat hasil pengembangannya dari pendalaman hasil pemeriksaan sekali lagi,” cetus Hutamrin.
Mantan Kajari Cirebon ini kembali menegaskan, semua harus diketahui secara mutlak dan dipastikan penyidikan kasus KONI tetap berjalan.
“Pak Kajati Lampung Nanang Sigit Yulianto juga telah menyampaikan bahwa kerugian KONI sudah disetor ke kas daerah melalui Bank Lampung,” kata Hutamrin. (*)